Full Width CSS

Sepak Bola dan masa tua


Adalah suatu siklus alam bahwa hidup manusia akan diawali dalam keadaan belia dan diakhiri dalam keadaan tua renta. Seiring bertambahnya usia manusia akan mulai lupa terhadap apa yang dulu diingatnya, lemah terhadap apa yang dulu dikuasainya serta melambat terhadap gerak cepat yang dulu dimilikinya. Bagi sebagian manusia hari tua adalah sesuatu yang mesti dirancang dan dipersiapkan dengan baik jauh sebelum kedatangannya. Karenanya manusia bekerja keras mengumpulkan harta agar hari tua mereka tidak merana ketika produktivitas tak lagi bersahabat dengan mereka. Hari tua juga menjadi objek penghasilan bagi perusahaan penjamin masa tua, dan juga menjadi perhatian besar bagi perusahaan swasta dan juga pemerintah untuk memberikan jaminan masa tua berupa uang pensiun bulanan bagi para pekerja mereka yang telah mencapai batas usia produktif yang telah ditetapkan.

                Bagi para PNS, karyawan BUMN dan swasta, masa kerja yang dilalui cukup panjang sebelum menutup karir mereka dengan pensiun. Sementara disebagian sisi cukup banyak juga para pekerja kasar yang masih harus membanting tulang diusia yang sudah renta karena keadaan ekonomi yang tidak memadai untuk menopang biaya hidup mereka sehari-hari. Berbeda dengan para pekerja kerah putih (white collar workers) dan juga para pekerja kasar tersebut, para atlet olah raga mengakhiri masa kerja mereka dengan cepat. Umur 40 seolah menjadi patokan bagi para atlet untuk berhenti “mengucurkan peluh” mereka diarena pertandingan bahkan mayoritasnya kurang dari angka tersebut. Para atlet sepak bola, bola basket, tinju dan berbagai cabang olah raga lainnya menutup karir mereka pada rentang usia antara 30 – 40 tahun. Karena itu sudah sewajarnyalah bagi para atlet tersebut untuk tidak memboroskan pendapatan mereka pada “masa jaya” untuk mengantisipasi “masa paceklik setelah pensiun. Para atlet  dimasa lalu dan para atlet masa kini yang kurang bersiapan kebanyakan akhirnya harus hidup dalam kemiskinan setelah berlalunya masa kejayaan .Para atlet  yang bersiap menyambut "masa pensiun" biasanya melakukan berbagai usaha untuk menyongsong masa pensiun mereka. Sebagian dari mereka membuka usaha perdagangan, berinvestasi diberbagai sektor atau pun menjadi pelatih bagi para penerus mereka.
                Didunia sepak bola, fenomena tua-tua keladi selalu menjadi trending topic dari masa ke masa. tidak sedikit kesuksesan disepanjang karir yang dilanjutkan dengan kecemerlangan setelah gantung sepatu. Legenda jerman Frans Beckenbauer dan juga salah satu pemain terbaik sepanjang masa, Pele adalah legenda hidup dari keberhasilan dimasa karir dan setelah gantung sepatu. Si jenius Michelle Platini juga sukses jadi jenderal tim prancis dimasanya dan kemudian menjadi salah satu tokoh penting dipersepak bolaan dunia. Kita juga mendengar kisah dari pemain yang pensiun diusia 40 tahunan seperti Dino Zoff yang kemudian menjadi salah satu arsitek tim Italia. Walaupun ditutup dengan kisah sedih, perjalanan karir Edwin Van Der Sar yang mengakhiri petualangannya dilapangan hijau pada partai final liga champions eropa beberapa waktu yang lalu, juga bisa menjadi teladan dalam totalitas dan kesungguhan tekad untuk berprestasi.
                Di Indonesia kita juga mengenal beberapa nama yang sukses sebelum dan sesudah pensiun. Jacksen F. Tiago adalah salah satu contoh dari karakter yang berhasil memainkan peran dengan baik ketika menjadi pemain dan juga saat menjadi pelatih, boleh dibilang Jacksen adalah pelatih yang juga mantan pemain tersukses di Indonesia saat ini. Sebelum Jacksen kita mengenal nama Roni Patinasarani yang pernah membela tim garuda untuk kemudian melatihnya dan berbarengan dengan Jacksen, rekannya di Persebaya, Aji Santoso yang juga pernah membela tim garuda dan sekarang menjadi salah satu pelatih terbaik pada pentas Liga Primer Indonesia (LPI). Di arena Liga Super Indonesia musim ini, kita masih menyaksikan sentralnya peran seorang pemain asal St Kitt and Nevis, Keith Kayamba Gumbs bagi laskar wong kito Sriwijaya FC. Diusia yang hampir 40 tahun, Gumbs masih mampu berlari dengan kencang dan memainkan peran penting dalam kemenangan yang diraih oleh timnya. Ini terlihat dari andilnya yang sangat besar ketika Sriwijaya menghadapi berbagai partai krusial baik diliga domestik maupun kompetisi regional. Absennya Gumbs terbukti mengurangi semangat para rekannya dilapangan seperti yang terlihat jelas ketika Sriwijaya digebuk oleh jagoan asal Thailand Chonburi FC pada partai perdelapan final Piala AFC beberapa waktu yang lalu. Selain Gumbs, kita masih melihat aksi dari beberapa pemain gaek yang masih sangat diandalkan oleh timnya seperti mantan kiper nasional Hendro Kartiko yang belum tergantikan dikubu Macan kemayoran Persija Jakarta dan I Komang Putra yang “memagari” gawang Persela Lamongan. Usia tua bagi sebagian orang nampaknya, justru menjadi motivator tersendiri untuk melakukan hal yang terbaik, untuk membuktikan bahwa generasi tua tidaklah melulu kalah dari generasi muda, justru merekalah yang membantu pembentukan karakter generasi muda. Pewarisan karakter yang baik hanya akan terjadi apabila generasi tua memiliki kedewasaan dan kematangan berpikir. Karena tanpa kedewasaan, usia tua hanya akan menjadikan manusia sebagai “anak kecil” yang bermuka tua. Sehingga benarlah pesan sebuah iklan bahwa menjadi tua itu pasti (bila dipanjangkan umur) sedangkan menjadi dewasa adalah pilihan. Karena itu kita hanya bisa berharap bahwa para pemain “tua” yang ada akan mewariskan nilai-nilai profesionalisme dan sportifitas sehingga tidak akan lagi kita dengar adu jotos dan usaha mencederai lawan seperti yang “lazim” terjadi di Liga Indonesia pada masa sekarang dan berganti dengan permainan indah dan tontonan menghibur yang membanggakan, selesai.

Posting Komentar

0 Komentar