Full Width CSS

Penasaran dengan Korea

Prestasi sepak bola Indonesia diajang internasional memang belum bisa dibanggakan, jangankan dilevel dunia atau setidaknya asia, dikawasan asia tenggara, Indonesia masih terus “tersandung”oleh kekuatan Gajah Putih Thailand, kuda hitam Vietnam dan Malaysia serta “tim sisa dunia” Singapura. Quattrick sebagai runner up diajang Piala AFF adalah salah satu bukti nyata tertundanya keberhasilan Indonesia menjadi raja asia tenggara.
 
Ditengah kemarau prestasi sepak bola Indonesia yang cukup panjang, AFC justru memberikan angin segar kepada persepakbolaan Indonesia dengan memberikan “tiket” langsung bagi 1 wakil juara liga Indonesia untuk lolos ke babak utama liga champion asia dan 1 tiket lagi yang diberikan melalui play off. Lolosnya secara otomatis juara liga indonesia ke penyisihan grup liga champion asia ini jelas adalah suatu anugerah besar karena hanya Indonesialah satu-satunya negara asia tenggara yang juara liganya langsung dapat jatah lolos ke penyisihan grup sementara juara dari negara yang nota bene kualitas sepak bolanya lebih baik dari Indonesia seperti Thailand harus melalui play off yang berat dan melelahkan.Tapi sungguh sangat disayangkan, “tiket terusan” ini selalu gagal dimanfaatkan oleh wakil Indonesia diliga champions asia. Para wakil ini hampir pasti selalu berhadapan dengan para macan asia seperti wakil dari Jepang, Korea, China ataupun Australia. Dan harapan yang tinggi pada awalnya selalu saja akan musnah dan sirna pada akhirnya karena wakil Indonesia hanya selalu menjadi pelengkap penderita dan pesakitan yang gawangnya dijadikan sarana pembuktian bagi para striker kelas asia akan ketajamannya dalam mencetak gol. Hal ini terus terjadi setelah berubahnya format liga champions asia yang membuat wakil Indonesia selalu berada dalam grup neraka karena berhadapan dengan wakil dari negara-negara yang merupakan kekuatan utama sepak bola asia.
 
Liga champions asia musim ini merupakan salah satu yang terburuk bagi wakil Indonesia yaitu sang jawara musim lalu Arema FC. Sempat merepotkan Cerezo Osaka dipartai pembuka sebelum akhirnya ditundukkan dengan skor tipis 2-1. Arema kemudian dipermalukan Jeonbuk Motors dengan skor 4-0 sebelum “dihadiahi” wasit hasil seri dengan Shandong Luneng dari China. Setelah itu pembantaian tak terelakkan sehingga akhirnya Arema harus pulang dengan hanya 1 poin dengan hanya mampu mencetak 2 gol dan kebobolan 22 gol.
 
Korea Selatan adalah momok utama bagi sepak bola Indonesia baik dilevel klub apalagi dilevel tim nasional. Di Malang saja Arema FC harus menerima rasa malu karena kalah dari tim lapis kedua Jeonbuk Motors dengan skor 4-0 dan kemudian dengan permainan yang begitu indah mereka kembali menghancurkan arema dengan skor yang lebih telak yakni 6-0 di Korea. Hal ini membuat rasa penasaranku kepada negara ras kuning ini seakan tidak ada habisnya. Sejak pertama kali menonton pertandingan sepak bola di Piala Dunia 1990, aku belum pernah melihat sekalipun tim nasional ataupun klub Indonesia mampu menahan apalagi mengalahkan tim nasional ataupun klub dari negeri ginseng itu. Aku pun pernah membaca bahwa tim nasional ditahun 80-an juga pernah merasakan pahitnya tersingkir disaat terakhir menjelang ajang Olimpiade karena kalah adu penalti di senayan dari saudara tua negeri ginseng itu, Korea Utara. Aku pertama kali melihat pertandingan Indonesia-Korea diajang Pra Olimpiade  Atlanta 1996. Secercah harapan sempat timbul karena waktu itu tim primavera mampu mengimbangi permainan Choi Yong Su dan kawan-kawan walaupun akhirnya harus kalah tipis di senayan dan juga Korea. Berbagai pertandingan antara kedua negara baik tim nasional maupun klubnya terus berlanjut, wakil Indonesia Persib Bandung dipecundangi Ilhwa Chunma sedangkan Persebaya juga dipermak Pohang Steeler dan Widodo C. Putra cs juga dibekap dengan skor 4-2 di Piala Asia 1996. Kekalahan tim nasional dari Korea juga terus berlanjut ketika Lee Dong Gook mencetak hattrick ke gawang Indonesia di Piala Asia 2000 yang juga mengantarkannya menjadi top skor pada ajang 4 tahunan itu. Korea Selatan juga menjadi penjegal harapan jutaan rakyat Indonesia di Piala Asia 2007 ketika selangkah lagi tim nasional berpeluang mengukir sejarah lolos ke babak perempat final Piala Asia. Negara yang satu ini memang membuat kita penasaran. Wakil Indonesia diliga champions asia mampu untuk membuat kejutan dengan mengalahkan wakil China dan juga Australia serta pernah juga menahan jawara liga terbaik asia J-League misalnya, tapi tidak dengan wakil dari K-League. Hasil seri saja bagaikan kemustahilan apalagi kemenangan.
 
Entah apa yang membuat Indonesia selalu kalah dengan Korea, tapi Korea Selatan memang layak disebut sebagai negara sepak bola terbaik di Asia karena merekalah satu-satunya negara yang tidak pernah absen mengirimkan tim nasionalnya berlaga di ajang Piala Dunia sejak tahun 1986 di Meksiko. Mereka juga menjadi salah satu “eksportir” pemain sepak bola terbanyak dari asia ke klub elit Eropa. Karena binaan mereka dunia kini mengenal Park Ji Sung yang membela setan merah Manchester United, Park Chu Yong yang membela AS Monaco dan juga Lee Young Pyo serta Seol Ki Hyeon yang pernah merasakan ketatnya atmosfer Liga Primer Inggris. Para pelatih dan pemain Indonesia harus terus belajar mengembangkan level sepak bola Indonesia dan juga untuk bisa menghilangkan rasa takut terhadap Korea Selatan, Jepang, China atau bahkan Thailand sehingga kejayaan dimasa lalu akan kembali dan Indonesia bisa berdiri sejajar dengan negara-negara sepak bola lainnya di asia atau bahkan dunia. Banyak pengamat yang percaya bahwa Indonesia adalah “Brazilnya” asia karena melimpahnya potensi pemain dengan skill alami di ranah nusantara. Pecinta sepak bola Indonesia harus terus percaya bahwa entah besok atau mungkin tahun depan atau suatu hari nanti, Indonesia akan mampu mengalahkan Korea dan siapapun lawan yang akan dihadapinya. Selesai.

Posting Komentar

0 Komentar