Kehidupan di milenium ke 3 ini semakin modern dan penuh tantangan. Pasar global yang mempermudah aliran barang dan jasa lintas negara membuat persaingan hidup semakin berat, negara yang tak mampu mengikuti arus akan tertinggal dan menjadi tamu dirumahnya sendiri. Produk-produk impor akan merajai pasar lokal dan produk lokal akan terpinggirkan yang akan menimbulkan multiplier effect yang berujung kepada merosotnya perekonomian bangsa dan kesejahteraan masyarakatnya.
Pendidikan yang ditopang oleh kurikulum yang berkualitas serta adanya sarana pendukung yang memadai adalah salah satu kunci utama untuk mencapai kemajuan bangsa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Di masa pra internet bahan bacaan dan referensi pendidikan adalah sesuatu yang cukup mahal untuk diakses. Harga buku ataupun jurnal ilmiah yang mahal membuat perkembangan ilmu pengetahuan terutama dinegara berkembang seperti Indonesia menjadi lebih lambat. Setelah ditemukan dan berkembangnya jaringan internet, akses informasi menjadi begitu mudah dan cepat. Dalam sekejap berbagai referensi berupa jurnal, data kualitatif dan juga e-book bisa diakses sebagai bahan pendukung dalam proses pembelajaran. Internet telah memangkas berbagai kendala dalam pendidikan, jarak yang jauh tak jadi masalah karena sekarang lewat internet seorang mahasiswa bisa saja mengambil kelas jauh dan bertatap muka dengan dosennya lewat video streaming dan mengakses web tertentu untuk memperoleh materi kuliahnya. Melalui internet para pelajar dan mahasiswa dimungkinkan untuk menuntut ilmu dari para ahli diseluruh dunia.
Keberadaan internet telah membawa dampak positif dengan terbukanya lapangan kerja baru berupa investasi pada warung internet (warnet) yang membutuhkan tenaga operator dan penjaga warnet. Menjamurnya warnet telah memberikan andil yang cukup besar dalam mengurangi tingkat pengangguran. Namun seiring berkembangnya teknologi informasi ini, tentu saja akan timbul dampak negatif yang bisa memberikan pengaruh buruk bagi para pemakainya. Kalau pada awalnya warnet banyak dimanfaatkan sebagai sarana untuk melihat konten-konten porno, dimasa sekarang warnet “beralih fungsi” menjadi tempat bermain game online. Game seperti counter strike, point blank ataupun idol street menjadi candu yang membuat para gamers betah menghabiskan waktunya berjam-jam dimuka komputer. Cukup sering kita mendengar adanya para remaja usia sekolah yang bolos sekolah dan “menuntut ilmu” dengan perang-perangan ala point blank yang menyebabkan orang tua mereka harus berurusan dengan pihak sekolah dan pada tingkatan yang parah menyebabkan mereka dikeluarkan dari sekolah karena jumlah kehadiran yang tidak memadai. Dengan menjamurnya warnet, persaingan antara pengusaha warnet menjadi semakin ketat sehingga mereka berlomba-lomba memberikan tarif murah ataupun paket hemat untuk menarik pelanggan mereka. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh para mahasiswa yang nota benenya memang memiliki “budget yang terbatas” untuk memperoleh hiburan, sering juga kita dengar tentang para mahasiswa yang menghabiskan waktu mereka dari awal malam sampai datangnya awal fajar karena adanya paket internet murah yang ditawarkan oleh warnet dilingkungan rumah kos mereka. Skandal pun sering terdengar dari bilik-bilik warnet dikota-kota besar yang dijadikan sebagai salah satu “kamar gratis” bagi para muda-mudi yang sedang dimabuk asmara untuk mengungkapkan rasa cinta mereka.
Mungkin ada benarnya pendapat sebagian kalangan bahwa pendidikan di Indonesia lebih cenderung melatih otak kiri dibandingkan otak kanan sehingga banyak pelajar akhirnya mencari alternatif untuk mengasah otak kanan mereka, salah satunya dengan bermain game online berjam-jam diwarnet. Keseriusan pemerintah untuk menata bisnis warnet ditanah air, bisa menjadi salah satu faktor untuk meningkatkan output berupa sumber daya manusia yang berkualitas disamping tentu saja dibutuhkan kurikulum pendidikan yang menyeimbangkan pemakaian otak kiri dan kanan para pelajar. Bila perlu tidak ada salahnya Pemerintah dan DPR menggodok RUU tentang bisnis warnet sebagaimana yang dilakukan oleh beberapa pemerintah daerah. Himbauan dan pendekatan yang persuasif kepada para pengelola warnet juga dibutuhkan untuk menimbulkan rasa empati mereka sehingga tidak hanya mengedepankan aspek profit saja dalam menjalankan bisnis mereka. Semoga saja dimasa depan lebih banyak manfaat positif daripada negatif yang bisa dirasakan dari kehadiran warnet dilingkungan masyarakat kita.
0 Komentar