Full Width CSS

Sebuah ringkasan....

 Menjelang akhir ramadhan tahun ini, tepatnya pada hari rabu tanggal 15 Agustus 2012, sekedar iseng dan tanpa sengaja aku mengunjungi masjid simpang kiambang di Batusangkar untuk mengikuti shalat tarawih berjamaah. Alangkah mujurnya aku, karena sesampainya dimasjid itu, tidak lama kemudian hujan turun dengan cukup lebat dengan durasi yang cukup lama walaupun sebelumnya tidak terlihat tanda-tanda akan turunnya hujan yang cukup lebat dan mulai mereda ketika shalat tarawih telah selesai dilaksanakan. Ternyata ada kejutan lain yang kudapatkan disana, wajah sang penceramah ternyata terasa familiar bagiku. Oleh moderator/pengurus masjid disebutkan bahwa nama beliau adalah Hidayatullah, Lc seorang dai dari kota bukittinggi.

Mendengar penjelasan sang moderator, aku menjadi teringat tentang sang penceramah tersebut, ya beliau adalah salah seorang yang sealmameter denganku difakultas ekonomi unand, padang. Hidayatullah adalah seorang mahasiswa jurusan manajemen angkatan 2003. Tapi aku sendiri tidak begitu mengenal beliau dan begitu juga sebaliknya. Tapi aku pernah mendengar dari teman-teman dikampus bahwa beliau adalah seorang alumnus sebuah pondok pesantren yang telah menghapal cukup banyak juz dari Al Qur’an. Yang juga mencengangkanku adalah gelar, Lc dibelakang namanya. Aku tidak tahu apakah Hidayat meneruskan studinya sampai mendapatkan gelar sarjana ekonomi ataukah mungkin dia berhenti kuliah manajemen dan kemudian melanjutkan studinya di universitas timur tengah seperti yang pernah terjadi pada seorang rekan seangkatanku yang merupakan alumnus pondok pesantren gontor, yang berhenti kuliah akuntansi ditahun keduanya untuk kemudian mengajar disebuah pondok pesantren dan meneruskan studi agamanya di sebuah universitas di Malaysia. Lc (License) adalah titel yang biasanya diberikan untuk para alumnus universitas ditimur tengah dan LIPIA di Indonesia. Aku sendiri terus terang merasa bahwa apabila suatu gelar akademis begitu bergengsi, maka sudah tentu aku akan memilih gelar Lc, karena begitu banyaknya kesempatan untuk berguru langsung dengan para ulama kaliber dunia apabila seorang mahasiswa “berjuang” mendapatkan gelar itu di timur tengah.

Ustad Hidayat kemudian memberi judul ceramahnya : “Adab terhadap Allah”. Beliau kemudian membacakan hadist tentang diutusnya Nabi Saw untuk memperbaiki akhlak manusia, dan berkata bahwa sebagian besar manusia telah keliru menginterpretasikan hadist ini sebagai seruan untuk selalu memperbaiki akhlak diantara sesama manusia tapi melupakan akhlak kepada Sang Khalik. Aku sangat tertarik dan antusias mendengarkan ceramah beliau karena mengingatkanku dimasa-masa kuliah dulu ketika aku sering mendengarkan majelis ilmiah yang dimotori oleh para ustad yang merupakan alumnus Universitas Al Azhar Mesir, Universitas Islam Madinah dan Darul Hadits, Yaman setelah sebelumnya aku sempat belajar dikalangan ikhwanul muslimin (Lembaga Dakwah Kampus/FSI) dan juga jamaah tabligh. Karena rasanya bermanfaat maka aku mencoba menuliskan kesimpulanku terhadap isi ceramah beliau. Menurut Ustadz ini ada beberapa adab yang semestinya dilakukan manusia terhadap Allah :

1. Menyembah / mentauhidkan Allah dan tidak mempersekutukannya dengan sesuatu apapun juga.

Adab ini adalah adab yang merupakan tujuan utama diciptakannya manusia dimuka bumi. Karena tanpa adab ini, manusia jelas akan berada dalam kerugian yang sangat besar dan siksaan yang kekal diakhirat kelak. Adab ini mengingatkanku tentang sebuah kitab yang indah yang kalau tidak salah berjudul “ At tauhid alladzi huwa hakkullahi alal abid” dan diterjemahkan oleh penerbit Media Hidayah dengan judul : "Kitab Tauhid, hak Allah atas hamba-Nya", yang ditulis oleh seorang reformis yang hidup beberapa abad lalu, Muhammad bin Abdul Wahhab.

Ustad Hidayat kemudian menjelaskan tentang begitu banyaknya kekeliruan kita manusia terhadap Allah dari segi aqidah ini dan kemudian memberikan contoh diantaranya :

a.       Begitu banyaknya manusia yang percaya kepada jimat-jimat yang mereka percaya mampu untuk memberi rizki ataupun menolak bala seperti sepatu kuda yang ditempel diatas rumah untuk tolak maling ataupun bawang putih yang diberikan kepada bayi sebagai penangkal palasik.

b.      Mempelajari ilmu-ilmu kesaktian walaupun diembel-embeli dengan ayat Al Qur’an. Ustadz menjelaskan logikanya, bahwa apabila seseorang berdalih mendapatkan kesaktian karena banyak berzikir dan membaca ayat tertentu, maka kita bisa bertanya bahwa siapakah lagi yang paling takwa, paling banyak berzikir kepada Allah disamping Nabi Muhammad Saw ? semua orang yang berakal pasti sepakat menjawab tidak ada. Maka ketika orang yang paling takwa kepada Allah saja tidak kebal dan bisa terluka dalam pertempuran serta tidak bisa menemukan benda yang hilang ataupun memprediksi masa depan, bagaimanakah lagi orang selain beliau yang belum jelas tingkat ketakwaannya kepada Allah ? Tidak ada istilahnya ilmu putih atau ilmu hitam karena semua ilmu kesaktian adalah tipu daya dari setan.

c.        Percaya kepada ramalan bintang padahal masa depan adalah hak prerogatif Allah

d.       Percaya adanya kekuatan yang mampu menghalangi kehendak Allah seperti adanya tukang pawang hujan dan berbagai macam perbuatan lainnya yang tidak diridhai oleh Allah.

e.       Berdoa dikuburan para wali ataupun orang saleh yang mereka sendiri belum jelas kedudukannya diakhirat nanti, atau dengan kata lain menolong diri sendiri saja tidak mampu apalagi menolong orang lain sedangkan Allah telah menegaskan bahwa apabila hamba-Nya meminta maka hendaklah meminta langsung kepada-Nya tanpa perantara yang justru bisa menjerumuskannya kedalam kesyirikan.

2. Berbaik sangka kepada Allah

Beliau menjelaskan bahwa terkadang apa yang baik menurut kita, belum tentu baik menurut Allah, karena Allah tahu apa yang kita butuhkan walaupun tidak sejalan dengan apa yang kita inginkan. Beliau kemudian membacakan kisah nyata tentang seorang sahabat beliau yang sudah berumur 35 tahun dan tinggal di kota Solok, yang belum mendapatkan jodoh, ternyata sebuah musibah yang menyakitkannya justru akhirnya mempertemukannya dengan jodoh yang telah lama dinantinya.

3. Mendahulukan Allah daripada apapun juga dan tidak menjadikan-Nya sebagai alternatif

Ini yang banyak terlupakan menurut beliau, seperti kebanyakan manusia yang lebih dulu mengadukan kesulitannya kepada hamba disamping kepada Allah. Contohnya adalah bahwa banyak manusia yang ketika sakit langsung ingat dokter dan lupa kepada Dzat yang menciptakan penyakit tersebut, ketika sudah berobat kemana-mana dan tak kunjung sembuh, barulah kebanyakan diantara kita memohon dan menangis dihadapan Allah memohon kesembuhan.

Beliau juga memberikan contoh tentang kekecewaan hamba yang dijadikan “nomor dua” dan pernah beliau alami sendiri ketika disuatu hari ditelpon oleh pengurus sebuah masjid yang mengharapkan beliau untuk mengisi ceramah dan menjelaskan bahwa mereka telah menghubungi ustad a dan ustad b tapi tidak ada yang bisa hadir sehingga akhirnya menghubungi beliau. Apabila makhluk saja merasa sangat kecewa bila dijadikan “alternatif”, apatah lagi Sang Pencipta yang menguasai jiwa dan takdir seluruh makhluk-Nya ?

4. Bersabar menerima ujian Allah

Menurut beliau Allah menguji suatu kaum karena cinta kepada mereka, apabila yang diuji bersabar maka Allah akan ridha kepadanya dan apabila tidak maka Allah akan murka kepadanya. Bersabar ketika diuji, beristighfar ketika berbuat dosa dan bersyukur ketika diberi adalah tanda-tanda kebahagiaan hidup didunia dan akhirat.

Ceramahpun berakhir setelah sebelumnya sempat diselingi oleh mati lampu beberapa menit lamanya, dan hujan pun mulai reda, sehingga membuatku lupa untuk sekedar menyapa beliau dan bersalaman dengannya karena jarak antara masjid itu dengan tempat tinggalku bisa membuatku lumayan basah kuyup apabila hujan kembali lebat. Selesai.

Posting Komentar

0 Komentar