Full Width CSS

Cinta Kepada Sang Garuda Terhalang Biaya dan Godaan Judol Yang Kian Menggila

 Goool! Akhirnya Eliano Reijnders—adik dari pemain Manchester City dan pecinta nasi goreng sejati—Tijjani Reijnders mencetak gol perdana bagi Tim Nasional Indonesia saat Garuda melawan Taiwan pada 5 September 2025 di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya.

Sebagai anak bangsa, sudah sewajarnya bila kita bangga sama Timnas Indonesia. Gimana nggak? Saat Garuda terbang di lapangan hijau, rasanya semua jadi satu: semangat, harapan, bahkan nasionalisme yang membuncah apalagi setelah banyak diaspora keturunan Indonesia dari Spanyol, Inggris dan mayoritasnya dari Belanda “pulang kampung” untuk mewujudkan mimpi besar bangsa yaitu berlaga di Piala Dunia. Nama-nama seperti Rafael Struick, Shayne Pattynama dan Nathan Tjoe A On tiba-tiba melejit bak selebritis dikalangan pecinta sepak bola Indonesia terutama kaum hawa. Kemampuan mengolah si kulit bundar nan ciamik serta berkelas “Eropa” diiringi wajah rupawan khas para meneer kompeni eh meneer Belanda maksudnya, menjadi magnet bagi para pecinta sepak bola Indonesia yang kembali berharap akan torehan prestasi dilevel internasional setelah lama stagnan dan kering kerontang bagaikan krisis air di gurun pasir.

Tapi, yang namanya kisah cinta tak selalu berjalan mulus seperti kereta cepat bandung jakarta, akan ada saja halangan dan batu sandungannya serta tak jarang gagal berakhir happy ending seperti kisah Siti Nurbaya sehingga membuat para penonton pun ikut menitikkan air mata. Begitu pula “kisah cinta” antara para pendukung tim garuda dengan tim kebanggaannya yang terhalang batu terjal bernama subscription atau biaya berlanggannan atau mungkin Pay Per View (biar ala-ala boxing dan UFC hehe).

 

Nasionalisme yang Harusnya Gratis, Tapi Malah Mahal

Bayangin, dulu Awal Tahun 90 an, waktu zaman TV hitam putih dan Dunia Dalam Berita masih viral kita cuma tinggal nyalain TV, duduk santai, dan nonton tidak hanya Timnas Indonesia tapi juga pertandingan piala dunia dan berbagai tayangan olahraga kelas dunia lainnya tanpa biaya. Sekarang? Hampir semua siaran langsung pertandingan Timnas dipindahkan ke platform streaming atau parabola berbayar . Vidio, Vision Plus, Nex Parabola, K Vision, dan sejenisnya, mematok harga langganan mulai dari puluhan ribu sampai ratusan ribu rupiah tiap bulan

Buat banyak orang, terutama yang kantongnya pas-pasan, ini bukan cuma soal uang, ini soal akses, apalagi buat kamu yang tinggal di daerah jauh dari jangkauan TV digital atau layanan internet cepat. Padahal, kita semua tahu nasionalisme itu harusnya bisa dinikmati oleh siapa saja tanpa hambatan finansial.

Ditengah kegalauan cinta tersebut, para pendukung timnas akhirnya mengambil jalan pintas, cinta ditolak dukun bertindak, eh situs streaming ilegal bertindak. Entah karena enggan merogoh kocek atau memang karena mahalnya biaya berlangganan menjadikan berbagai situs streaming seperti tigoals, idn808 dan rbtv menjadi “idola baru” dikalangan para pendukung tim nasional.

Situs Streaming Ilegal: Gratis Tapi Berbahaya

Masuk ke situs streaming ilegal buat nonton Timnas Indonesia memang menggoda. Tinggal klik, pertandingan tayang, tanpa perlu keluar uang tambahan selain biaya kuota internet bulanan.

Akan tetapi banyak potensi bahaya yang mungkin muncul saat menonton via situs-situs streaming tersebut. Situs-situs ilegal ini biasanya penuh dengan iklan judi online yang tak henti-hentinya muncul. Dari pop-up sampai banner yang kadang bikin pusing mata. Nggak cuma mengganggu, iklan itu bisa jadi jebakan buat orang yang kurang waspada, terutama buat para anak muda apalagi Gen Z yang gampang tergoda coba-coba taruhan.

Bayangin, saat kamu lagi semangat nonton Timnas, tiba-tiba muncul tawaran judi bola, taruhan hasil pertandingan, dan segala macam bentuk judi online yang marak di Indonesia. Menurut data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), transaksi judi online di Indonesia mencapai triliunan rupiah setiap tahunnya. Ini bukan sekadar masalah hiburan, tapi juga masalah sosial yang berbahaya.

Iklan judi online bikin kepala pusing, mental makin terancam. Data PPATK menyebut transaksi judi online mencapai hingga Rp327 triliun pada 2023, dan sekitar 80 persen pelakunya adalah pelajar dan mahasiswa. Bahkan, disebut ada lebih dari 197.000 anak terlibat judi online pada 2023–2024, dengan nilai transaksi mencapai Rp 293 miliar

Bukan cuma data. Penegak hukum juga bergerak. Di Medan, misalnya, 14 orang—termasuk yang masih muda seperti Muhammad Arif Maulana (20 tahun)—ditangkap gara-gara main judi online saat Tahun Baru 2025.

 

Kisah TVRI: Ketika Nasionalisme Dihukum

Kalau ngomongin soal harga langganan dan akses nonton bola, kita gak boleh lupa dengan kisah TVRI yang sempat bikin heboh.

Pada Tahun 2019, Helmy Yahya, Direktur Utama TVRI waktu itu, berhasil membawa hak siar Liga Inggris ke layar kaca nasional secara gratis. Ini langkah besar karena Liga Inggris adalah salah satu kompetisi sepak bola terbesar di dunia, dan bisa dinikmati oleh masyarakat luas tanpa harus merogoh kocek lebih dalam.

Namun, keberhasilan itu justru berujung pahit. Pada Januari 2020, adik kandung dari mantan Duta Besar Indonesia untuk Selandia Baru, Tantowi Yahya, tersebut dicopot dari jabatannya. Alasan resmi yang disampaikan Dewan Pengawas adalah karena pembelian hak siar Liga Inggris dianggap membebani anggaran TVRI.

Padahal, Helmy yang terkenal sebagai “Raja Kuis” mengaku pembelian itu sudah melalui prosedur dan mendapat persetujuan. Bahkan, langkahnya dianggap mengangkat kembali nama TVRI yang sempat terpuruk karena minim konten menarik.

Kisah ini bikin kita mikir: kenapa aksi yang sebenarnya memudahkan masyarakat justru berakhir dengan hukuman? Apa memang nasionalisme di Indonesia cuma dianggap wacana saat berhadapan dengan kepentingan lain?

Apa Solusi untuk Cinta yang Terhalang Ini?

Masalah biaya dan akses yang susah harusnya jadi perhatian pemerintah dan lembaga penyiaran. Jangan sampai nasionalisme kita terhadap Timnas malah dikorbankan karena keterbatasan finansial dan jebakan situs ilegal.

Salah satu solusi yang layak dipertimbangkan adalah menyediakan layanan streaming dengan harga terjangkau atau bahkan siaran langsung gratis di televisi nasional. Kalau dulu TVRI bisa bawa Liga Inggris gratis, kenapa sekarang Timnas Indonesia harus dipagar dengan bayar mahal?

Selain itu, edukasi masyarakat soal bahaya situs streaming ilegal dan judi online harus terus digalakkan. Jangan sampai niat mendukung Timnas justru jadi pintu masuk bagi anak muda terjerumus ke dalam judi yang merusak masa depan.

Penutup: Nasionalisme Itu Hak Semua Orang

Pada akhirnya, kita semua pengen satu hal: bisa nonton Timnas Indonesia dengan mudah, murah, dan aman semudah klik keranjang kuning dan menunggu kang paket datang. Karena nasionalisme itu bukan cuma soal seragam merah putih yang kita pakai, atau teriakan di stadion, tapi juga soal bagaimana negara dan masyarakatnya bisa saling mendukung, termasuk dalam hal akses hiburan olahraga.

Kalau kita gagal menyediakan akses yang adil, nasionalisme itu cuma jadi mimpi indah yang sulit terwujud. 

Jadi, ayo bersama kita dorong supaya dukungan kita untuk Timnas Indonesia bisa berjalan mulus tanpa harus terjebak streaming mahal dan jebakan judi online. Karena cinta sejati itu, memiliki dan menerima sepenuh hati berjalan sehidup semati seperti Romi dan Juli. Intinya kecintaan terhadap negara itu harus bisa dinikmati dan diekspresikan oleh semua orang, tanpa terkecuali. Kalau ada yang terganjal biaya atau tergoda judol, itu bukan cinta, tapi transaksi.

Artikel ini telah dibuka kali.

Posting Komentar

0 Komentar