Pendahuluan
Dalam melaksanakan pengadaan barang/jasa pemerintah, Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah (k/L/PD) pengelola APBN/APBD dapat melaksanakannya secara swakelola dan/atau melalui penyedia. Disebutkannya swakelola terlebih dahulu mengindikasikan diutamakannya melaksanakan pengadaan barang/jasa melalui swakelola sepanjang memenuhi syarat dan ketentuan berlaku. Apabila tidak dapat dilaksanakan secara swakelola barulah K/L/PD beralih kepada pengadaan barang/jasa melalui penyedia.
Melaksanakan pekerjaan secara swakelola secara prinsip tentu akan lebih efektif dan efisien, tetapi keterbatasan waktu dan sumber daya pada K/L/PD menjadi hambatan besar untuk mengelola pengadaan barang/jasa secara swakelola. Salah satu proses pengadaan barang/jasa yang “secara default” dilaksanakan secara swakelola adalah pemilihan penyedia. Di masa Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010, pemilihan penyedia (Lelang, Seleksi, Penunjukan Langsung dan e-purchasing) dilaksanakan oleh Kelompok Kerja pada Unit Layanan Pengadaan (Pokja ULP) yang mana tugas pokok dan fungsi ULP hanya berkaitan dengan proses pemilihan penyedia barang/jasa sementara pada era Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018, proses pemilihan penyedia barang/jasa (tender, seleksi, penunjukan langsung dan pengadaan dikecualikan melalui kompetisi) dilaksanakan oleh Pokja Pemilihan pada Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ). Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa tidak hanya melaksanakan pemilihan penyedia tetapi juga menjadi pusat keunggulan pengadaan barang/jasa pada K/L/PD.
Pada era Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018, terbuka peluang untuk melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa oleh pelaku usaha baik yang berbentuk orang perorangan maupun badan usaha. Pelaku usaha yang dapat melaksanakan pemilihan penyedia disebut sebagai agen pengadaan. Munculnya agen pengadaan mengadopsi praktek terbaik (best practice) dari negara-negara maju yang menggunakan jasa pihak swasta “Procurement Agent” untuk melaksanakan pemilihan penyedia. Procurement Agent juga umum digunakan oleh perusahaan swasta berskala besar.
Definisi
Berdasarkan angka 16 Pasal 1 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018, Definisi agen pengadaan adalah adalah "UKPBJ atau Pelaku Usaha yang melaksanakan sebagian atau seluruh pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa yang diberi kepercayaan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah sebagai pihak pemberi pekerjaan dan pelaksanaan tugasnya agen pengadaan mutatis mutandis (sama) dengan tugas Pokja Pemilihan dan/atau PPK".
Berdasarkan kutipan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 pada paragraf sebelumnya, kita mendapatkan kesimpulan awal bahwa Agen Pengadaan dapat bertindak sebagai Pokja Pemilihan dan/atau PPK. Secara terperinci ketentuan tentang agen pengadaan diatur dalam Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Agen Pengadaan.
Persyaratan Penggunaan Agen Pengadaan
Berdasarkan Pasal 3 Peraturan LKPP Nomor 16 Tahun 2018, Agen Pengadaan digunakan dalam hal :
a. satuan kerja yang tidak didesain untuk pengadaan barang/jasa
b. aspek struktur dan anggaran Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah yang kecil;
c. kementerian/Lembaga yang baru dibentuk atau Pemerintah Daerah baru hasil pemekaran;
d. beban kerja Sumber Daya Manusia UKPBJ telah melebihi perhitungan analisis beban kerja (terutama ditingkat Pemerintah Daerah yang secara umum jumlah paket pengadaan yang diproses oleh Pejabat Pengadaannya jauh lebih banyak dibandingkan yang diproses oleh Pokja Pemilihan sementara ASN fungsional pengelola pengadaan barang/jasa hanya terdapat di UKPBJ);
e. kompetensi Sumber Daya Manusia yang dibutuhkan tidak dapat dipenuhi oleh UKPBJ yang tersedia;
f. apabila diserahkan kepada Agen Pengadaan akan memberikan nilai tambah daripada dilakukan oleh UKPBJ-nya sendiri; atau
g. meminimalisir risiko hambatan/kegagalan penyelesaian pekerjaan.
Kewenangan Agen Pengadaan
Apabila dibaca lebih lanjut Peraturan LKPP Nomor 16 Tahun 2018 tersebut (menurut kami) secara tersirat agen pengadaan (saat ini) tidak dapat bertindak sebagai PPK kecuali untuk pengadaan melalui aplikasi e-purchasing. Hal ini didasarkan pada Pasal 8 angka (1) Peraturan LKPP tersebut yang menyatakan bahwa “Agen Pengadaan berwenang melaksanakan proses pemilihan penyedia” baik secara sebagian atau keseluruhan tahapan dan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Pasal 11 angka 1 huruf i dimana salah satu tugas PPK adalah “melaksanakan E-Purchasing untuk nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Berkemungkinan munculnya kata pelaksanaan tugas agen pengadaan yang mutatis mutandis dengan Pokja Pemilihan dan/atau PPK di Perpres 16 Tahun 2018 adalah “wadah” untuk menampung kewenangan agen pengadaan guna bertindak sebagai PPK dikemudian hari, sedangkan untuk saat ini Peraturan LKPP Nomor 16 Tahun 2018 lebih menitikberatkan wewenang agen pengadaan pada pelaksanaan proses pemilihan penyedia. Berdasarkan sosialisasi terkait Perpres Nomor 16 Tahun 2018, para narasumber selalu mengemukakan bahwa salah satu perbedaan Perpres 16 Tahun 2018 dengan pendahulunya adalah bahwa Perpres Nomor 16 Tahun 2018 mengusung praktek penyederhanaan dengan menghilangkan bagian penjelasan dan mengatur norma yang bersifat umum sementara petunjuk teknis (juknis) nya diatur dengan Peraturan LKPP yang lebih mudah untuk direvisi ketika diperlukan.
Agen Pengadaan antara peluang dan tantangan
Dalam rangka peningkatan profesionalisme pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) selaku lembaga pemerintah yang bertugas mengembangan dan merumuskan kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah terus melaksanakan inovasi, pembinaan dan pengembangan berkelanjutan. Salah satu fokus LKPP adalah peningkatan kapasitas sumber daya manusia dibidang pengadaan barang/jasa.
Berbeda dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 beserta perubahannya yang masih memperkenankan Pokja ULP untuk dijabat oleh ASN Non fungsional, Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 menekankan kewajiban bahwa Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan wajib dijabat oleh ASN Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pasal 88 huruf a “Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan wajib dijabat oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf a paling lambat 31 Desember 2020.
Pada saat tulisan ini dibuat, berdasarkan data pada web ppsdm lkpp terdapat 1923 orang ASN Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang aktif di Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia. Dengan jumlah Kabupaten/Kota sebanyak 514, 34 Provinsi, sekitar 35 Kementerian dan 53 Lembaga dapat dibayangkan betapa belum memadainya angka tersebut guna menunjang persyaratan yang diwajibkan oleh Perpres 16 Tahun 2018 Pasal 88 tersebut.
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) telah melaksanakan langkah-langkah untuk mengantisipasi “ledakan” beban kerja yang akan terjadi bagi Pengelola Pengadaan Barang/Jasa di awal Tahun 2021 diantaranya :
1. Dengan memberikan rekomendasi penyediaan slot kursi bagi CPNS pada formasi fungsional pengelola pengadaan barang/jasa pada K/L/PD. Akan tetapi Langkah ini kemungkinan belum akan berjalan efektif sepenuhnya karena hingga saat ini tahapan tes kedua (seleksi kemampuan bidang (SKB)) baru akan dimulai.
2. Alternatif lainnya adalah dengan memberikan peluang bagi K/L/PD untuk melaksanakan penyesuaian jabatan/inpassing bagi ASN yang telah memenuhi persyaratan terutama telah memenuhi pengalaman minimal 2 tahun melaksanakan tugas dibidang pengadaan barang/jasa pemerintah. Akan tetapi dapat dikatakan bahwa minat ASN sangat minim untuk mengikuti proses inpassing tersebut karena masih belum memadainya reward bagi Pengelola Pengadaan Barang/Jasa bila dibandingkan dengan risiko yang harus dihadapi.
Dengan keterbatasan personil pengelola pengadaan barang/jasa yang berkemungkinan besar terjadi diseluruh Indonesia, agen pengadaan dapat menjadi alternatif agar pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah tidak menghadapi kendala yang berarti terutama pada proses pemilihan penyedia.
Agen pengadaan sendiri terbagi kedalam 2 kriteria yakni UKPBJ dan Pelaku Usaha. Untuk UKPBJ yang akan menjadi agen pengadaan minimal harus mencapai kematangan level 3. Berdasarkan data dari web kematangan UKBPJ saat ini telah terdapat 3 Kementerian/Lembaga, 23 Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota yang telah mencapai kematangan UKPBJ level 3 . Akan tetapi hingga saat ini (berdasarkan penelusuran penulis) belum terlihat adanya sistem informasi dan/atau database pelaku usaha baik orang perorangan maupun badan usaha yang terdaftar dalam panel agen pengadaan.
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan pemaparan diatas ada beberapa hal yang dapat disimpulkan dan disarankan :
1. Proses pemilihan penyedia barang/jasa dapat dilaksanakan oleh pelaku usaha (agen pengadaan).
2. Tugas agen pengadaan mutatis mutandis dengan tugas pokja pemilihan dan/atau PPK akan tetapi pada Peraturan LKPP tentang agen pengadaan diuraikan bahwa kewenangan agen pengadaan hanya sebatas pemilihan penyedia.
3. Jumlah ASN yang berstatus fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa pada awal Tahun 2021 masih sangat terbatas sementara beban kerja yang dihadapi volumenya relatif besar dengan adanya tambahan paket pengadaan langsung, penunjukan langsung dan e-purchasing pada Perangkat Daerah.
4. Kekurangan ASN yang berstatus Pengelola Pengadaan Barang/Jasa untuk sementara dapat ditutupi oleh agen pengadaan sehingga perlu dilaksanakan identifikasi kebutuhan dan penetapan standar honorarium/insentif bagi agen pengadaan secara bersamaan dengan penyusunan RKA/RKA-KL Tahun Anggaran 2021.
5. Jumlah paket pengadaan langsung, penunjukan langsung dan e-purchasing oleh Pejabat Pengadaan jauh lebih banyak dibandingkan tender, seleksi, penunjukan langsung oleh Pokja Pemilihan sehingga sekiranya memungkinkan dapat dipertegas adanya kemungkinan agen pengadaan untuk bertindak sebagai pejabat pengadaan karena Perpres Nomor 16 Tahun 2018 hanya mengindikasikan bahwa tugas agen pengadaan mutatis mutandis dengan Pokja Pemilihan dan/atau PPK.
Demikian paparan singkat dari kami yang hanya merupakan pendapat pribadi dan bermuara dari keterbatasan wawasan dan ilmu kami. Sekiranya terdapat kekeliruan mohon kiranya para pembaca berkenan meluangkan waktu sejenak guna memberikan saran dan koreksi. Salam Pengadaan.
0 Komentar